Jumat, 08 Februari 2013

MENITI JALAN ISTIKQOMAH


Kaum muslimin rahimakumullah, di dalam kehidupan manusia, Allah telah menetapkan jalan yang harus ditempuh oleh manusia melalui syariat-Nya sehingga seseorang senantiasa Istiqomah dan tegak di atas syariat-Nya, selalu menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya serta tidak berpaling ke kanan dan ke kiri. Allah ta’ala telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa istiqomah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di dunia)” (QS. Al Ahqaaf [46]: 13-14)

Akan tetapi bagaimana pun juga seorang hamba tidak mungkin untuk senantiasa terus dan sempurna dalam istiqomahnya. Terkadang seorang hamba luput dan lalai yang menyebabkan nilai istiqomah seorang hamba menjadi berkurang. Oleh karena itu, Allah memberikan jalan keluar untuk memperbaiki kekurangan tersebut yaitu dengan beristigfar dan memohon ampun kepada Allah ta’ala dari dosa dan kesalahan. Allah ta’ala berfirman yang artinya, Maka beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya”. (QS. Fushshilat [41]: 6). Di dalam al-Qur’an maupun Sunnah telah ditegaskan cara-cara yang dapat ditempuh oleh seorang hamba untuk bisa meraih istiqomah. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (QS. Ibrahim [14] : 27). Makna “ucapan yang teguh” adalah dua kalimat syahadat. Sehingga, Allah akan meneguhkan orang yang beriman yang memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat ini di dunia dan di akhirat.

Kedua, membaca al-Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya. Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Quran itu dari Robb-mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. An Nahl [16]:102)
Ketiga, berkumpul dan bergaul di lingkungan orang-orang saleh. Hal ini sangat membantu seseorang untuk senantiasa istiqomah di jalan Allah ta’ala. Teman-teman yang saleh akan senantiasa mengingatkan kita untuk berbuat baik serta mengingatkan kita dari kekeliruan. Bahkan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hal yang sangat membantu meneguhkan keimanan para sahabat adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah berfirman yang artinya, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran [3]:101)

Keempat, berdoa kepada Allah ta’ala agar Dia senantiasa memberikan kepada kita istiqomah hingga akhir hayat. Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik ” artinya “Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dishahihkan oleh Adz Dzahabi, lihat pula Shahihul Jami’)

Kelima, membaca kisah Rasulullah, para sahabat dan para ulama terdahulu untuk mengambil teladan dari mereka. Dengan membaca kisah-kisah mereka, bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan diinul Islam, maka kita dapat mengambil pelajaran dari kisah tersebut sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Huud [11]: 120)

Kaum muslimin rahimakumullah demikianlah sedikit yang dapat kami sampaikan sebagai renungan bagi kita semua untuk meniti jalan istiqomah. Semoga Allah ta’ala memberikan keteguhan kepada kita untuk senantiasa menjalankan syariat-Nya hingga kelak kematian menjemput kita semua. Amiin ya Mujibbassaailiin.
[Diringkas dari penjelasan Hadits Arba'in No. 21 yang ditulis oleh Ustadz Abdullah Taslim, Lc.]
***
Penulis: Amrullah Akadhinta 
Sumber : 'Meniti Jalan Istiqomah — Muslim.Or.Id'




Jumat, 01 Februari 2013

TANDA - TANDA MUTAQIN


1.   Mengimani hal-hal yang ghoib maksudnya mempercayai, meyakini perkara dan kejadian yang tidak terpanca indra, belum bisa di terka baik ghoib di dunia atau di akhirat, seperti adanya malaikat, syetan, jin, yang kesemuanya itu masuk kelompok makhluk ghoib, kejadian alam kubur, kejadian syurga, neraka, alam mahsyar, kiamat atau kejadian-kejadian yang pasti akan terjadi di masa yang akan datang.

2.   “Iqomatus sholat” atau mendirikan shalat, yang di maksud mendirikan shalat adalah melakukan shalat dengan sebaik-baiknya, yang sesuai dengan ajaran al-qur’an dan contoh-ontoh dari rosul SAW, sehingga kejadian shalat ditata dari tempat, wudhu (air yang dipakai), kesucian badan, pakaian serta ketika melakukan shalatnya yang ia kejar bukan banyaknya tapi kesempurnaan shalatnya, sehingga fiqih mengatur ada rukun qouli, rukun fi’li dan rukun qolbi.
a.   Rukun qouli yang berhubungan dengan bacaan
b.   Rukun fi’li yang berhubungan dengan gerakan, dan
c.   Rukun qolbi yang berhubungan dengan hati, sehingga shalatnya itu betul-betul melahirkan jati dirinya shalat, diantaranya tercegah dari maksiat, kemunkaran, pedzaliman dan sifat-sifat buruk yang ada.

3.   Gemar berinfak yakni menginfakan/ shodaqohkan baik yang wajib dan sunnah kepada orang-orang atau pihak-pihak yang berhak menerimanya, terutama untuk kepentingan agama. Infaq tersebut bisa berupa zakat, shodaqoh jariyah, wakaf, wasiat, hibah, sehingga harta yang kita miliki tidak hanya dirasakan oleh kita sendiri.

4.   Mengimani, meyaqini akan kitab yang diturunkan oleh allah kepada nabi Muhammad SAW, yakni al-qur’an dan juga mengimani, meyakini, akan kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi sebelum nabi Muhammad SAW yang jumlah keseluruhan ada 104 kitab, dengan terbagi 2 istilah, yakni suhuf dan kitab. Suhuf artinya hanya berupa lembaran tulisan pada kayu atau kulit yang tidak terjilid, sedangkan kitab lebih dari itu, tulisan yang terdapat pada kertas atau kulit yang sudah terjilid sehingga lebih rapih dan lebih terjamin di bandingkan dengan suhuf.

Menurut catatan para ahli tauhid, bahwa jumlah kitab dan suhuf yang allah turunkan kepada nabi itu ada 104, dengan rincian :
        a. 60 suhuf diberikan kepada nabi Ibrohom AS
        b. 30 suhuf diberikan kepada nabi Syis putra nabi Adam
        c. 10 suhuf diberikan kepada nabi Musa As, sebelum taurot
        d. 4 kitab, yaitu taurot kepada nabi Musa As, zabur kepada nabi daud As,   
            Injil kepada nabi Isa As, dan Al-qur’an kepada nabi Muhammad SAW.

5. Meyakini seyakin-yakinnya akan kehidupan akhirat, serta kejadian-  kejadian yang akan terjadi pada hari akhir tersebut, yang diawali dengan terjadinya qiamat, alam mahsyar, adanya mizan (penimbangan amal), hisab (perhitungan amal), siroth (jembatan penyebrangan) dari alam mahsyar menuju syurga, Haodh (telaga kautsar) danau besar yang disiapkan untuk mandinya ahli syurga dan juga terakhir adanya syurga dan neraka. Bahwa orang-orang muttaqin dengan kesempurnaan 5 sifat tersebut, merekalah yang mendapatkan hidayah dari allah dan merekalah yang bahagia serta sukses baik di dunia terutama di akhirat kelak.