Oleh : Drs. A Hidayatullah Al
Arifin, MPd.
Dalam perspektif pendidikan, Allah SWT. telah memberikan bimbingan dan petunjuk
untuk dijadikan acuan teori maupun konsep dalam menyiapkan generasi penerus
untuk mengemban tugas kekhalifahan di muka bumi ini seperti tersirat dalam Al
Quran surat An Nisa’ ayat 9 yang artinya sebagai berikut :
“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Sementara Rasulullah SAW juga telah mengintrodusir beberapa konsep dasar
pendidikan seperti disebutkan dalam dua buah hadits berikut yang artinya :
1. “ Didiklah anak-anakmu, sebab mereka dilahirkan untuk hidup dalam suatu
zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
2. “ Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah SWT dari pada orang mukmin yang lemah “.
Dalam perspektif hakekat penciptaan manusia, Allah SWT. telah menciptakan manusia sebagai puncak ciptaan dan makhluk Allah yang memiliki kedudukan tertinggi dengan sebaik-baik bentuk ( QS. At - tiin:4 ).
2. “ Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah SWT dari pada orang mukmin yang lemah “.
Dalam perspektif hakekat penciptaan manusia, Allah SWT. telah menciptakan manusia sebagai puncak ciptaan dan makhluk Allah yang memiliki kedudukan tertinggi dengan sebaik-baik bentuk ( QS. At - tiin:4 ).
Sejalan dengan keistimewaan
dan kelebihan yang dimilikinya itu maka AllahSWT juga menegaskan dalam Al-Quran
bahwa tujuan pokok penciptaan manusia di alam ini adalah untuk mengenal Allah
sebagai Tuhannya serta berbakti kepadaNya. Tujuan ini ditempatkan sebagai hal
yang penting dalam hubungan dengan penciptaan manusia sebagai makhluk ( yang
diciptakan ). Dengan demikian alur kehidupan manusia yang serasi sebagai
makhluk, adalah apabila ia dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya dengan tujuan
untuk mengabdi kepada Sang Pencipta semata. Bukan untuk kepentingan di luar
itu.
Berpijak dari paradigma tersebut, maka pendidikan Islam menjadi suatu
keniscayaan. Karena hanya melalui mekanisme seperti itulah ajaran Islam,
nilai-nilai serta budaya keislaman ( Islamic culture ) dapat mengalir dan
merasuk dalam jiwa anak untuk dijadikan sebagai penuntun dan petunjuk yang
dapat menyelamatkan kehidupan mereka baik di dunia maupun di akherat kelak.
Pendidikan Islam dikenal melalui tiga jalur, yaitu : tarbiyah, ta’dib, dan
ta’lim yang ketiganya saling bersinergi dan komplementer.
Pertama kali anak memperoleh pendidikan tentu berasal dari lingkungan terdekatnya, yaitu ; kedua orang tua dan lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, kedudukan orang tua dalam pendidikan Islam menempati posisi sebagai pendidik kodrati, yaitu sebagai peletak dasar-dasar ketauhidan pada diri putra-putrinya. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW bahwa : “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang bertanggung jawab apakah anak-anak akan menjadi seorang Nasrani, Yahudi, atau Majusi.”Rasulullah SAW juga meletakkan empat kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu mengazankan, memberi nama yang baik, mengajarkan Al-Qur’an, dan menikahkan mereka setelah cukup usia untuk menikah.
Selanjutnya format pendidikan dan pembinaan nilai-nilai tauhid anak terekam dalam nasehat Luqman al Hakim kepada anaknya sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut :
Pertama kali anak memperoleh pendidikan tentu berasal dari lingkungan terdekatnya, yaitu ; kedua orang tua dan lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, kedudukan orang tua dalam pendidikan Islam menempati posisi sebagai pendidik kodrati, yaitu sebagai peletak dasar-dasar ketauhidan pada diri putra-putrinya. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW bahwa : “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang bertanggung jawab apakah anak-anak akan menjadi seorang Nasrani, Yahudi, atau Majusi.”Rasulullah SAW juga meletakkan empat kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu mengazankan, memberi nama yang baik, mengajarkan Al-Qur’an, dan menikahkan mereka setelah cukup usia untuk menikah.
Selanjutnya format pendidikan dan pembinaan nilai-nilai tauhid anak terekam dalam nasehat Luqman al Hakim kepada anaknya sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut :
Nasehat pertama ; jangan
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang
besar ( QS.31 : 13 ).
Nasehat kedua ; berbuat baiklah kepada kedua orang tuanya.
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tua ( QS. 31 : 14 ).
Nasehat ketiga ; jika keduanya ( orang tua ) memaksamu untuk mempersekutukan Allah, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada Ku ( QS. 31 : 15 ).
Nasehat keempat ; sesungguhnya jika ada suatu perbuatan seberat biji
sawi; dan berada dalam batu atau di langit, atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan membalasnya, sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha mengetahui ( QS. 31 :
16 )
Nasehat kelima ; dirikanlah solat, beramar makruf dan nahi munkar serta
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu ( QS. 31 : 17 ).
Nasehat keenam ;
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (menyombongkan diri) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh ( QS. 31 : 18 )
Nasehat
ketujuh ; sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara keledai ( QS. 31 : 19 )
Merujuk kepada tuntunan ini, maka pendidikan dalam perspektif tarbiyah lebih
menitikberatkan pada nilai-nilai Ilahiyah yang melambangkan bahwa Allah sebagai
Rabb al ‘Alamin. Tuhan sebagai Pemelihara, Pelindung, Pemberi rezeki, Pengatur,
maupun Penguasa kehidupan alam ciptaanNya. Dengan demikian, tarbiyah lebih
diarahkan pada penerapan bimbingan, perlindungan, pemeliharaan, pengarahan dan
curahan kasih sayang kepada peserta didik selaku makhluk Tuhan.
Sementara, pendidikan dalam perspektif ta’dib mengacu pada pembentukan sikap disiplin. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembiasaan, dan pembentukan disiplin yang paling efektif adalah melalui sholat. Pembentukan sikap disiplin pada konsep ta’dib tersebut memiliki sasaran ganda, yaitu disiplin terhadap hubungan sesama manusia, misalnya disiplin kerja, menghargai waktu, sadar hukum maupun tata tertib hubungan antar manusia . Sedangkan sasaran kedua adalah disiplin dalam hubungannya dengan Allah, yaitu terkait dengan nilai-nilai ibadah serta ketaatan dalam pengabdian diri kepada-Nya.
Sedangkan pendidikan dalam perspektif ta’lim memiliki konotasi pembelajaran, yaitu proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pengembangan potensi fitrah manusia selaku makhluk ciptaan Allah. Ta’lim sering dipahami sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan potensi akal (intelektualitas), sikap (emosional) dan akhlak ( spiritual ). Islam menempatkan aktivitas menuntut ilmu sebagai bagian dari kewajiban agama. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam harus mampu memberi motivasi kepada anak ( peserta didik ) untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agar mencintai ilmu, menguasai ketrampilan professional, dan dapat memanfaatkan ilmunya sebagai bekal pengabdian kepada Allah.
Oleh karena itu melalui mekanisme tarbiyah, ta’dib, dan ta’lim tersebut insya-Allah dapat terwujud manusia unggul yang kompetitif dan komparatif yang mampu memberi manfaat bagi kehidupan orang banyak. Khair al-Nas anfa’uhum li al-Nas. Itulah sosok insan kamil ; Waladun sholihun yad’ullah, yang sama-sama kita dambakan. Amin
Sementara, pendidikan dalam perspektif ta’dib mengacu pada pembentukan sikap disiplin. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembiasaan, dan pembentukan disiplin yang paling efektif adalah melalui sholat. Pembentukan sikap disiplin pada konsep ta’dib tersebut memiliki sasaran ganda, yaitu disiplin terhadap hubungan sesama manusia, misalnya disiplin kerja, menghargai waktu, sadar hukum maupun tata tertib hubungan antar manusia . Sedangkan sasaran kedua adalah disiplin dalam hubungannya dengan Allah, yaitu terkait dengan nilai-nilai ibadah serta ketaatan dalam pengabdian diri kepada-Nya.
Sedangkan pendidikan dalam perspektif ta’lim memiliki konotasi pembelajaran, yaitu proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pengembangan potensi fitrah manusia selaku makhluk ciptaan Allah. Ta’lim sering dipahami sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan potensi akal (intelektualitas), sikap (emosional) dan akhlak ( spiritual ). Islam menempatkan aktivitas menuntut ilmu sebagai bagian dari kewajiban agama. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam harus mampu memberi motivasi kepada anak ( peserta didik ) untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agar mencintai ilmu, menguasai ketrampilan professional, dan dapat memanfaatkan ilmunya sebagai bekal pengabdian kepada Allah.
Oleh karena itu melalui mekanisme tarbiyah, ta’dib, dan ta’lim tersebut insya-Allah dapat terwujud manusia unggul yang kompetitif dan komparatif yang mampu memberi manfaat bagi kehidupan orang banyak. Khair al-Nas anfa’uhum li al-Nas. Itulah sosok insan kamil ; Waladun sholihun yad’ullah, yang sama-sama kita dambakan. Amin
sumber : http://ulilalbabjong.wordpress.com